Di era modern kini dan di tengah
ketatnya persaingan dunia, baik dalam hal bisnis, ekonomi, politik dan sosial
budaya, semua orang menginginkan hidup serba instan. Semua ingin dijalankan
dengan cepat dan instan serta mudah. Tak terkecuali dalam hal ibadah termasuk
shalat.
Dengan alasan ingin mempersingkat dan
mengefektifkan waktu, banyak muslim yang tergesa-gesa dalam melaksanakan
shalat.
Hal ini telah diingatkan dengan tegas dalam
redaksi Thabrani dan Hakim.
“Sungguh sejahat-jahatnya pencuri dari kalangan manusia adalah orang
yang mencuri shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud mencuri shalatnya?” Beliau Saw
berkata, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Dan sungguh orang yang
paling pelit (kikir) adalah orang yang pelit mengucapkan salam.”
Rasulullah menyebutnya dengan istilah “pencuri yang
paling jahat” bagi muslim yang tidak menyempurnakan shalatnya. Tidak
menyempurnakan rukuk dan sujudnya.
Kita sering marah ketika ada
seseorang yang mencuri sandal kita, tetapi jika kita yang menjadi para pencuri
shalat karena tergesa-gesa dan tidak menyempurnakan shalat baik dalam rukuk,
sujud maupun salamnya tidak merasa bersalah.
Dalam redaksi Ahmad & ath-Thayalisi,
Dari Abu Hurairah radhiallahu’ anhu berkata: “Kekasihku Rasulullah sallalloohu ‘alaihi wa sallam melarangku
bersujud dengan cepat seperti halnya ayam yang mematuk makanan, menoleh-noleh
seperti musang dan duduk seperti kera.” Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwasanya tergesa-gesa dalam
melaksanakan shalat adalah sebuah kesalahan dalam menjalankan shalat.
Siapa saja yang mencuri shalat, maka amal
ibadahnya menjadi sia-sia di mata Allah. Lebih dahsyat lagi, orang yang mencuri
shalat dianggap tidak beragama, “Kamu melihat orang ini, jika dia mati, maka matinya tidak termasuk
mengikuti agama Muhammad SAW, dia menyambar shalatnya seperti burung elang
menyambar daging.” (HR. Ibnu Huzaimah).
Seorang muslim harus menjaga shalatnya,
karena memang amal yang pertama kali dihisab di hari kiamat adalah shalat. Untuk
menghindari mencuri dalam shalat, kita perlu mengetahui salah satu rukun dalam
shalat yaitu Thuma’ninah.
Thuma’ninah adalah diam beberapa saat
setelah tenangnya anggota-anggota badan.
Para Ulama memberi batasan minimal dengan
lama waktu yang diperlukan seperti ketika membaca tasbih (Fiqhus Sunnah, Sayyid
Sabiq: 1/124).
Dalam bahasa bebasnya, thuma’ninah dapat
diartikan slow motion, pelan-pelan, dihayati, dipahami dan dinikmati.
Diriwayatkan, ada seorang lelaki yang masuk
ke dalam masjid di waktu Rasulullah SAW sedang duduk. Lalu orang itu
melaksanakan shalat. Setelah itu ia memberi salam kepada Rasulullah SAW.,
tetapi Nabi menolaknya seraya bersabda, “Ulangi shalatmu, karena
(sesungguhnya) kamu belum shalat!”
Kemudian lelaki itu mengulangi shalatnya.
Setelah itu ia datang dan memberi salam kepada Rasulullah, tetapi Nabi SAW
menolaknya sambil berkata, “Ulangilah shalatmu, (sebenarnya) kamu belum shalat!”
Laki-laki itu pun mengulangi shalat untuk
ketiga kalinya. Selesai shalat ia kembali memberi salam kepada Nabi SAW. Tetapi
lagi-lagi beliau menolaknya, dan bersabda, “Ulangilah shalatmu, sebab kamu itu
belum melakukan shalat!”
“Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar wahai Rasulullah,
Inilah shalatku yang terbaik. Sungguh, aku tak bisa melakukan lebih dari ini,
maka ajarkanlah shalat yang baik kepadaku,” tanya lelaki itu.
“Apabila kamu berdiri (untuk melakukan) shalat, hendaklah dimulai
dengan takbir, lalu membaca ayat-ayat Al Qur’an yang engkau anggap paling mudah,
lalu rukuklah dengan tenang, kemudian beri’tidallah dengan tegak, lalu
sujudlah dengan tenang dan lakukanlah seperti ini pada shalatmu semuanya.” (HR.
Bukhari)
Rasulullah benar-benar memperhatikan hal
ini, sehingga dengan tegas meminta salah seorang sahabat mengulang shalatnya
hingga tiga kali karena meninggalkan ketenangan atau thuma’ninah dalam
shalat.
Apabila meninggalkan thuma’ninah dalam
shalat berarti shalat menjadi tidak sah. Ini sungguh persoalan yang sangat
serius. Rasulullah bersabda, “Tidak sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan)
punggungnya ketika ruku’ dan sujud” (HR. Abu Dawud: 1/ 533)
Semoga kita senantiasa memperbaiki shalat
kita, agar tujuan shalat yang tertuang dalam Al Qur’an surat Al-‘Ankabuut ayat
45 benar-benar dapat terwujud.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
perbuatan keji & mungkar. Wallahhu a'lamu bisshowab
Reshare @EkoSetiyoG
Takaful financial
consultant
Info : SMS
08568210127 / pin 75d0fa98
www.takaful.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar