Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah SAW
melaknat orang yang memakan riba, yang
memberikannya,
penulisnya dan dua saksinya. Dan beliau berkata, mereka semua adalah
sama. (HR. Muslim)
Terdapat beberapa hikmah yang dapat
dipetik dari hadits ini :
1. Larangan bermuamalah dengan riba. Karena riba merupakan
dosa besar yang pelakunya akan diganjar Allah SWT dengan hukuman kekal di dalam
neraka (QS. 2 : 275). Bahkan orang yang memakan riba, berarti dia menabuh
genderang perang terhadap Allah SWT (QS. 2 : 278 - 279)
2. Secara bahasa, riba berarti tambahan atau
kelebihan yang didapatkan secara tidak halal.
Sedangkan dari segi istilah riba adalah :
(1) Pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal, secara bathil. (baca ;
bertentangan dengan nilai-nilai syariah), atau definisi lainnya (2) segala tambahan
yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang dibenarkan
syariah atas penambahan tersebut.
3. Dilihat dari sejarahnya, riba terjadi pada
masa jahiliyah. Pada masa tersebut, terjadi pinjam meminjam uang, terlebih-lebih
masyarakat Mekah merupakan masyarakat pedangang, yang dalam musim-musim
tertentu mereka memerlukan modal untuk dagangan mereka. Namun uniknya, transaksi
pinjam meminjam tersebut baru dikenakan bunga; bila seseorang tidak bisa
melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan bila ia dapat
melunasinya pada waktu yang telah ditentukan, maka ia sama sekali tidak
dikenakan bunga. Dan terhadap transaksi yang seperti ini, Rasulullah SAW
menyebutnya dengan riba jahiliyah.
Mengenai hal ini, Imam Mujahid mengatakan
:
Bahwa pada masa jahiliyah jika seseorang
berhutang pada orang lain, kemudian batas waktunya tiba, ia berkata, ‘saya tambahkan
untuk kamu sekian, namun tambahkan waktu untuk saya melunasinya.
4. Riba tidak diharamkan Allah SWT secara
sekaligus, melainkan bartahap sebagaimana
tahapan dalam pengharaman khamer:
· Tahapan I : Mematahkan Paradigma Manusia Bahwa Riba
Melipat Gandakan Harta.
Allah berfirman dalam QS. 30 : 39 ;
“Dan sesuatu tambahan (riba) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
mak riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya)”.
· Tahapan II : Membaritahukan Bahwa
Riba Juga Dilarang Bagi Umat Terdahaulu
Setelah mematahkan paradigma tentang
melipat gandakan uang sebagaimana di atas, Allah
SWT lalu menginformasikan bahwa karena
buruknya sistem ribawi ini, maka umat-umat
terdahulu juga telah dilarang bagi mereka.
Allah SWT firmankan dalam QS 4 : 160 – 161 :
“Maka
disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi manusia dari jalan
Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah
dialarang dari padanya, dan karena mereka harta
dengan cara yang bathil. Kami telah
menyediaka nuntuk orang-orang kafir diantara mereka
itu siksa yang pedih”.
· Tahapan III : Gambaran Bahwa Riba Itu
Sifatnya Akan Menjadi Berlipat-Lipat.
Lalu pada tahapan yang ketiga, Allah SWT
menerangkan bahwa riba secara sifat dan
karakernya akan menjadi berlipat dan akan
semakin besar, yang tentunya akan menyusahkan orang yang terlibat di dalamnya.
Namun yang perlu digarisbawahi bahwa ayat ini sama sekali tidak menggambarkan
bahwa riba yang dilarang adalah yang berlipat ganda, sedangkan yang tidak
berlipat ganda tidak dilarang. Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang
keliru dan sama sekali tidak dimaksudkan dalam ayat ini. Allah SWT berifirman
(QS. 3:130),
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.”
· Tahapan IV : Pengharaman Segala Jenis
Riba Secara Mutlak
Ini merupakan tahapan terakhir dari
seluruh rangkaian periodisasi pengharaman riba. Dalam
tahap ini, seluruh rangkaian aktivitas dan
muamalah yang berkaitan dengan riba, baik
langsung maupun tidak langsung, berlipat
ganda maupun tidak berlipat ganda, besar maupun kecil, semuanya adalah
terlarang dan termasuk dosa besar. Allah SWT berfirman dalam QS. 2 : 278 – 279 ;
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan seluruh sisa
dari
riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Alla hdan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
pula dianiaya.”
5. Riba memiliki dampak yang sangat negatif
bagi setiap muslim, baik di dunia maupun di
akhirat. Diantara dampak negatif riba
adalah :
a. Orang yang memakan riba, diibaratkan
seperti orang yang tidak bisa berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan, lantaran (penyakit gila). (QS. 2 : 275).
b. Pemakan riba, akan kekal berada di
dalam neraka. (QS. 2 : 275).
c. Orang yang “kekeh” dalam bermuamalah dengan
riba, akan diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. (QS. 2 : 278 – 279).
d. Seluruh pemain riba; kreditur, debitur,
pencatat, saksi, notaris dan semua yang terlibat, akan mendapatkan laknat dari
Allah dan rasul-Nya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Jabir ra
bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan
saksi-saksinya.” Kemudian beliau berkata, “ Mereka semua sama!”. (HR. Muslim)
e. Suatu kaum yang dengan jelas “menampakkan”
(baca ; menggunakan) sistem ribawi, akan
mendapatkan azab dari Allah SWT. Dalam
sebuah hadtis diriwayatkan :
Dari Abdullah bin Mas’ud ra dari
Rasulullah SAW beliau berkata, ‘Tidaklah suatu kaum
menampakkan riba dan zina, melainkan
mereka menghalalkan terhadap diri mereka sendiri
azab dari Allah SWT. (HR. Ibnu Majah)
f. Dosa memakan riba (dan ia tahu bahwa
riba itu dosa) adalah lebih berat dari pada tiga puluh enam kali perzinaan.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin
Handzalah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham riba yang
dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada
tiga puluh enam kali perzinaan.” (HR. Ahmad, Daruqutni dan Thabrani).
g. Bahwa tingkatan riba yang paling kecil
adalah seperti seoarng lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin
Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Riba itu tujuh puluh tiga pintu, dan
pintu yang paling ringan dari riba adalah seperti seorang lelaki yang berzina
dengan ibu kandungnya sendiri.” (HR. Hakim, Ibnu Majah dan Baihaqi).
6. Oleh karenanya, setiap muslim harus berusaha
menghindarkan diri dari segala bentuk
transaksi ribawi,
dalam segala bentuknya; seperti kartu kredit non syariah, kredit
perumahan atau kendaraan konvensional,
asuransi konvensional, dan segala bentuk investasi konvensional lainnya.
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag
Sekretaris Dewan Pengawas Syariah Takaful Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar