Rabu, 25 Februari 2015

Menghindarkan Diri Dari Riba



Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, yang
memberikannya, penulisnya dan dua saksinya. Dan beliau berkata, mereka semua adalah
sama. (HR. Muslim)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits ini :

1. Larangan bermuamalah dengan riba. Karena riba merupakan dosa besar yang pelakunya akan diganjar Allah SWT dengan hukuman kekal di dalam neraka (QS. 2 : 275). Bahkan orang yang memakan riba, berarti dia menabuh genderang perang terhadap Allah SWT (QS. 2 : 278 - 279)

2. Secara bahasa, riba berarti tambahan atau kelebihan yang didapatkan secara tidak halal.
Sedangkan dari segi istilah riba adalah : (1) Pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal, secara bathil. (baca ; bertentangan dengan nilai-nilai syariah), atau definisi lainnya (2) segala tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.

3. Dilihat dari sejarahnya, riba terjadi pada masa jahiliyah. Pada masa tersebut, terjadi pinjam meminjam uang, terlebih-lebih masyarakat Mekah merupakan masyarakat pedangang, yang dalam musim-musim tertentu mereka memerlukan modal untuk dagangan mereka. Namun uniknya, transaksi pinjam meminjam tersebut baru dikenakan bunga; bila seseorang tidak bisa melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan bila ia dapat melunasinya pada waktu yang telah ditentukan, maka ia sama sekali tidak dikenakan bunga. Dan terhadap transaksi yang seperti ini, Rasulullah SAW menyebutnya dengan riba jahiliyah.

Mengenai hal ini, Imam Mujahid mengatakan :
Bahwa pada masa jahiliyah jika seseorang berhutang pada orang lain, kemudian batas waktunya tiba, ia berkata, ‘saya tambahkan untuk kamu sekian, namun tambahkan waktu untuk saya melunasinya.

4. Riba tidak diharamkan Allah SWT secara sekaligus, melainkan bartahap sebagaimana
tahapan dalam pengharaman khamer:

· Tahapan I : Mematahkan Paradigma Manusia Bahwa Riba Melipat Gandakan Harta.
Allah berfirman dalam QS. 30 : 39 ;

“Dan sesuatu tambahan (riba) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
mak riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.

· Tahapan II : Membaritahukan Bahwa Riba Juga Dilarang Bagi Umat Terdahaulu
Setelah mematahkan paradigma tentang melipat gandakan uang sebagaimana di atas, Allah
SWT lalu menginformasikan bahwa karena buruknya sistem ribawi ini, maka umat-umat
terdahulu juga telah dilarang bagi mereka. Allah SWT firmankan dalam QS 4 : 160 – 161 :

 “Maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi manusia dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dialarang dari padanya, dan karena mereka harta
dengan cara yang bathil. Kami telah menyediaka nuntuk orang-orang kafir diantara mereka
itu siksa yang pedih”.

· Tahapan III : Gambaran Bahwa Riba Itu Sifatnya Akan Menjadi Berlipat-Lipat.
Lalu pada tahapan yang ketiga, Allah SWT menerangkan bahwa riba secara sifat dan
karakernya akan menjadi berlipat dan akan semakin besar, yang tentunya akan menyusahkan orang yang terlibat di dalamnya. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa ayat ini sama sekali tidak menggambarkan bahwa riba yang dilarang adalah yang berlipat ganda, sedangkan yang tidak berlipat ganda tidak dilarang. Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang keliru dan sama sekali tidak dimaksudkan dalam ayat ini. Allah SWT berifirman (QS. 3:130),

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

· Tahapan IV : Pengharaman Segala Jenis Riba Secara Mutlak
Ini merupakan tahapan terakhir dari seluruh rangkaian periodisasi pengharaman riba. Dalam
tahap ini, seluruh rangkaian aktivitas dan muamalah yang berkaitan dengan riba, baik
langsung maupun tidak langsung, berlipat ganda maupun tidak berlipat ganda, besar maupun kecil, semuanya adalah terlarang dan termasuk dosa besar. Allah SWT berfirman dalam QS. 2 : 278 – 279 ;

 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan seluruh sisa dari
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Alla hdan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

5. Riba memiliki dampak yang sangat negatif bagi setiap muslim, baik di dunia maupun di
akhirat. Diantara dampak negatif riba adalah :

a. Orang yang memakan riba, diibaratkan seperti orang yang tidak bisa berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (penyakit gila). (QS. 2 : 275).

b. Pemakan riba, akan kekal berada di dalam neraka. (QS. 2 : 275).

c. Orang yang “kekeh” dalam bermuamalah dengan riba, akan diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. (QS. 2 : 278 – 279).

d. Seluruh pemain riba; kreditur, debitur, pencatat, saksi, notaris dan semua yang terlibat, akan mendapatkan laknat dari Allah dan rasul-Nya.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya.” Kemudian beliau berkata, “ Mereka semua sama!”. (HR. Muslim)

e. Suatu kaum yang dengan jelas “menampakkan” (baca ; menggunakan) sistem ribawi, akan
mendapatkan azab dari Allah SWT. Dalam sebuah hadtis diriwayatkan :

Dari Abdullah bin Mas’ud ra dari Rasulullah SAW beliau berkata, ‘Tidaklah suatu kaum
menampakkan riba dan zina, melainkan mereka menghalalkan terhadap diri mereka sendiri
azab dari Allah SWT. (HR. Ibnu Majah)

f. Dosa memakan riba (dan ia tahu bahwa riba itu dosa) adalah lebih berat dari pada tiga puluh enam kali perzinaan.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Handzalah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam kali perzinaan.” (HR. Ahmad, Daruqutni dan Thabrani).

g. Bahwa tingkatan riba yang paling kecil adalah seperti seoarng lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Riba itu tujuh puluh tiga pintu, dan pintu yang paling ringan dari riba adalah seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (HR. Hakim, Ibnu Majah dan Baihaqi).

6. Oleh karenanya, setiap muslim harus berusaha menghindarkan diri dari segala bentuk
transaksi ribawi, dalam segala bentuknya; seperti kartu kredit non syariah, kredit
perumahan atau kendaraan konvensional, asuransi konvensional, dan segala bentuk investasi konvensional lainnya.

By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag
Sekretaris Dewan Pengawas Syariah Takaful Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar